A-Blog!

All about my special moments, stories, thoughts, or anything.

06/08/20

OTW Ganti Status

Assalamualaikum

*bersih-bersih sawang blog*

It's been 2 years and more since the last post!
And i'm coming up with a good news!
I am getting married this weekend!!!

Ya Allah sudah banyak hal terlewati tanpa terdokumentasikan disini..... masih untung ingat kalau punya blog *chandaaa!*

Menghitung hari untuk memulai hidup baru, menghabiskan sisa hidup dengan seseorang yang sebelumnya bukan siapa-siapa, tidak kenal, tidak terbayang, sama sekali tidak terpikirkan saat pertama kali berjumpa...

1,5 tahun untuk saling mengenal dan memahami, akhirnya sampai di tahap ini. Aku percaya jodoh. Bisa dibilang perjalanan kami mulus bak jalan tol. Bulan januari lalu, kami sama-sama clueless. Masih belum tahu kemana arah kapal yang sedang kami layarkan ini. Keinginan untuk berlabuh ada, tapi pulaunya belum terlihat, kompasnya masih error, jalannya belum dibuka. Tiba-tiba februari, kompasnya benar sendiri, pulau mulai kelihatan, jalan pun terbuka lebar.  Insya Allah sebentar lagi akan berlabuh.

Aku pribadi menyadari, pernikahan itu bukan melulu soal cinta, tapi toleransi. Selama tahap pengenalan itu kita bisa menilai hal positif dan negatif dari pasangan, sembari menimbang-nimbang, apakah yang negatif ini bisa diterima sepanjang hidup? Bisa ditoleransi? Apakah hal-hal positif dalam dirinya cukup untuk menutupi yang negatifnya?  Bagaimana dengan orang sebelumnya yang telah mengecewakanku, apakah ia lebih baik? Tapi tak lupa sembari berkaca tentunya, jangan egois dan kepedean. Selama penimbangan ini, keraguan kerap muncul, tapi balik lagi, jalannya selalu terbuka, keyakinan pun timbul sendiri.

Menyiapkan acara tentunya excited. Walaupun banyak sekali dramanya, terlebih drama yang tak pernah terpikirkan oleh siapapun : covid-19, cukup membuat ambyar semua rencana yang pernah dikhayalkan. But everything happened for a reason, akan selalu ada hikmah di baliknya. Walaupun cukup sedih, keluarga jauh dan sahabat-sahabat yang tinggalnya jauh jadi tidak bisa hadir. Tidak apa-apa, bukan salah siapa-siapa. Debat dengan orang tua, marah, air mata, tidak dapat dihindarkan. Semua ingin yang terbaik, hanya cara menunjukkannya saja yang berbeda. Pasti akan ada jalan tengah, walaupun akan mengorbankan perasaan yang lain untuk mengalah. Begitulah pada akhirnya kita belajar bahwa salah satu konsekuensi menjadi dewasa itu tidak boleh egois.

Saat ini hanya berharap acara dapat berjalan lancar, kedua belah pihak merasa puas, cuaca mendukung, sovenir dan makanan cukup, dan tidak ada yang nyinyir di belakang (hmm, sulit ya). 

Kekhawatiranku selanjutnya adalah soal keluarga. Aku berasal dari keluarga kecil. Sangat jarang bertemu keluarga besar karena tinggalnya berjauhan. Setahun sekali belum tentu. Jadi kalau urusan bersosialisasi dengan keluarga memang sangat kurang, ditambah lagi aku yang sulit membaur dengan lingkungan baru. Aku yang begini, bertemu dengan pasangan yang punya keluarga super besar dalam satu kota. Sering mengadakan acara keluarga. Cukup bikin keringat dingin, ya, haha. Introvert can relate banget, pasti. Bayangkan, berapa nama dan wajah baru yang harus diingat, tingkah laku dan mulut yang harus dijaga jangan sampai salah bicara, dan kekhawatiran lainnya. Begitulah, terkadang kita terlalu mengkhawatirkan hal yang sebenarnya tidak ada atau tidak akan terjadi. Hanya berharap semoga pasangan bisa menjadi tamengku untuk melalui ini dengan baik, heheee.

Yah! Jadi begini sajalah postingan untuk mengenang detik-detik menuju pergantian status. Mohon maaf untuk closing yang kentang ini, karena bingung mau menulis tentang apa lagi, saking terlalu banyak hal yang melintas di otak saat ini. Ingin sekali selanjutnya untuk tetap update disini, tapi tidak mau janji lagi. Sadar diri sulit menepati.

Goodnight.
Wassalamualaikum.

Curhat Drama

Hai.
Tadinya aku sempat berpikir untuk mengabadikan hal-hal menyenangkan denganmu di sini. Namun belum sempat terwujud, kita tiba-tiba sudah sampai di bagian ending-nya. Hahaha, konyol memang. Manusia lagi-lagi hanya bisa berencana. Lalu tulisan ini pun terjadi, karena daripada tidak sama sekali :) Maka izinkan aku mengenangmu :)

Kamu datang dengan permisi. Ragu kuizinkan kamu masuk. Kamu pun barangkali tak begitu yakin untuk singgah, hanya saja kita mencoba, setidaknya kupikir begitu. Ironis memang, belakangan aku sadar, kamu yang membuatku yakin, tapi kamu sendiri tidak yakin. Yang terjadi berikutnya, adalah kemungkinan-kemungkinan buruk yang pernah ku tepis saat aku mulai yakin. Dan kini kamu pula lah yang membuktikan bahwa kemungkinan itu tetap ada, justru terjadi. Tidak ada yang bisa kita salahkan atas apa yang terjadi saat ini, mungkin aku terlalu bodoh, atau kamu terlalu pintar?

Sekian lama berlalu, masih ku ingat jelas rasanya. Bohong jika ku katakan aku tidak terkejut saat itu. Mungkin melebihi sekedar petir di siang bolong. Ini petir yang bersahut-sahutan. Petir pertama belum menemui ujungnya, kamu sambung dengan petir berikutnya. Seakan selama ini hanya disembunyikan awan, lalu disambarkan bersamaan. Petir-petir itu bak bersambut dengan hujan di pelupuk mata yang rasanya sulit berhenti. Kecewa, marah, sedih, semua seperti berlomba untuk naik ke kerongkongan namun tak kuasa untuk ku muntahkan padamu. Aku pun hanya bisa membiarkan semuanya menjadi tanggunganku lalu menelannya sendiri.

Lagu-lagu sedih yang selama ini hanya sekadar terdengar selewat, kini ku yakini kalau lagu itu diciptaan untukku. Penyesalan pasti ada, tapi untuk apa lagi selain menjadikannya pengingat di kemudian hari.

Jika suatu saat kamu iseng dan menemui tulisan ini, tenang saja, petirnya sudah tidak mengejutkanku dan hujannya sudah berhenti. Mungkin masih mendung, tapi aku optimis akan ada pelangi.

Boleh jadi harapan yang kita bangun telah pupus, tapi masih tersisa satu harapan.
Semoga dia mampu memahami jalan pikiranmu yang rumit itu lebih baik dari pada caraku memahamimu...

*tulisan ini lama terpendam dalam draft sejak 2018*

31/03/17

CERPEN : Secangkir Memori

ilustrasi
Bola mata ku berputar perlahan mengikuti pergerakan lalu lalang lintas manusia yang mulai padat seiring dengan meredupnya cahaya sang pusat tata surya. Aku begitu sibuk dengan pikiranku sendiri, diiringi aroma kafein yang bersumber dari secangkir coffee latte di hadapanku, yang masih utuh walau setengah jam telah berlalu.  Di sebuah kafe yang tersudut ini, aku menjatuhkan pilihan pada tempat duduk yang tersudut pula. Namun dari sudut ini, pandanganku justru begitu luas. Toko bunga segar di seberang jalan terlihat dengan jelas tanpa penyekat. Keranjang –keranjang berisi aneka ragam bunga tersusun rapih di depan toko. Semerbaknya menyapa pelanggan yang datang dan orang-orang yang hanya sekedar lewat. Barisan paling depan diisi dengan deretan mawar berbagai warna, disusul dengan bunga aster, lili, anggrek lalu bunga matahari, sedang jenis bunga lainnya, yang ku yakini masih sangat banyak, luput dari pandanganku lewat sudut ini. Otakku pun melepaskan memori akan aroma bunga-bunga itu, sehingga aku terasa dapat menghirupnya walau berjarak puluhan meter jauhnya. Begitu jelasnya pandanganku dari sini, hingga aku dapat melihat seorang lelaki berkemeja merah maroon membawa pulang sebuket bunga yang didominasi oleh merah maroon pula, sungguh serasi. Lalu aku disibukkan dengan menerka bagaimana ekspresi wanita yang dituju saat mendekap buket bunga itu. Aku sedikit berharap ia menggunakan gaun merah maroon pula. Tiba-tiba aku teringat akan dirinya, lucunya bukan karena ada kenangan antara aku, dia, dan bunga. Tapi justru karena dia tak pernah memberiku bunga. Dia jauh dari kriteria romantis seperti lelaki berkemeja merah maroon itu, dia cenderung aneh. Berkat keanehannya, dia berhasil tinggal lama dalam pikiranku dan masih saja mengganggu hingga hari ini. Seharusnya dia sudah tidak boleh tinggal disini, tapi entah bagaimana semua hal akan mengingatkanku tentangnya, bahkan yang tak ada kaitannya dengan kami, seperti buket bunga itu.

Suatu waktu aku pikir aku sudah lupa, namun ketika ada hal-hal yang mengusikku, seperti hal-nya buket bunga tadi, aku jadi tersadar bahwa aku tidak benar-benar lupa. Kalau saja dia yang mengisi bangku kosong di sebelah ku ini, takkan mungkin dia membiarkanku berlama-lama berdiam diri dan memperhatikan toko bunga di seberang sana. Dia akan membuat dirinya menjadi satu-satunya objek yang kuperhatikan sepenuh hati. Sebab diotaknya itu, rentetan kisah sudah mengantre untuk dimuntahkan satu-per-satu, tak habis-habisnya. Cangkirnya begitu cepat surut dan berganti dengan cangkir kedua dan ketiga, saking semangatnya. Dan aku, masih dengan cangkir penuhku, menonton dirinya dengan segala keajaiban kisahnya, keanehannya saat me-reka ulang adegan dalam kisahnya, dan antusiasme di matanya. Dia adalah pertunjukan yang paling seru, yang detik itu juga menjadi favoritku.

Dia seperti pelawak yang penuh humor, tidak pernah serius, dan tampak tidak peduli, sehingga secuil perhatian yang ia tunjukkan menjadi terasa begitu istimewa. Pernah suatu ketika, saat kami sedang mengunjungi festival produk kreatif, diam-diam dia membelikanku sebuah jepitan rambut berbentuk flamingo berwarna putih. Dia menyadari kebiasaanku menjepit poni ke atas dan dia menyukainya. Menurutnya itu membuatku terlihat dewasa. Aku belum pernah mendengarnya memujiku dan membuatku sedemikan salah tingkah. Aku menerima jepitan itu dengan canggung, segera menyimpannya dalam tas, dan tidak pernah membahasnya. Jepitan itu belum pernah kupakai untuk menghindari resiko kehilangan, kecuali hari ini. Sebab aku sudah kehilangan pemberinya.

Sebelumnya aku tak pernah berharap apapun darinya, dari hubungan ini. Aku hanya ingin selalu menjadi penonton dari lakon kisah-kisahnya, sebagai apapun dia. Tiba di suatu ketika, kami sama-sama menyadari bahwa ternyata ia lebih dari sekedar pertunjukan favoritku, dan aku lebih dari sekedar penonton-nya. Di waktu yang sama, kami tahu, tak ada yang bisa kami perbuat selain saling melepaskan. Dia harus pergi dan tak bisa ditawar-tawar lagi. Dia tak punya daya untuk menyangkal, terlebih lagi aku. Butuh waktu untuk mencerna situasi ini, untuk menyadari bahwa ini sungguh-sungguh terjadi. Dia, begitupun aku, sepenuhnya paham, kami tak bisa dan tak perlu lagi menaruh harapan pada satu sama lain, sebab sudah tak ada gunanya. Kami tidak siap dengan segala problematika yang ditawarkan oleh jarak. Kami tak saling yakin, cenderung enggan menyiksa diri satu sama lain dalam kebuntuan. Ini adalah jawaban atas tanya yang bahkan tak sempat terlontarkan.

Enam puluh menit berlalu, coffee latte-ku tak lagi utuh. Aku menyesapinya sedikit demi sedikit sambil berharap surutnya cangkir ini dapat sejalan dengan surutnya memori tentangnya. Cangkirku yang kini kosong menandakan sudah waktunya bagiku untuk pulang. Aku mungkin tak akan kembali ke kafe ini, kafe tersudut dengan coffee latte favorit aku dan dia. Segala hal tentangnya tak akan ku bawa pulang lagi dan kutinggalkan saja di kafe ini. Aku mengemas tas, membenarkan jepitan rambut flamingo-ku, lalu beranjak pergi. 

  -afr-

23/03/17

Ruang Hampa

Alhamdulillah, saya baru saja menyelesaikan pendidikan profesi, tapi peresmian alias wisuda beserta pengambilan sumpah-nya baru akan dilakukan bulan depan, Insha Allah. Artinya sekarang saya adalah manusia tanpa status, mahasiswa bukan, pekerja juga bukan, yah bisa dibilang jobless. Sambil menunggu berkas yang diperlukan untuk melamar pekerjaan, saya merasa hilang arah :)) Walaupun sebenarnya saya ada side-job dari Senin-Jumat, yang mana tidak memerlukan skill tertentu dan bukan disiplin ilmu saya, tetap saya tidak menganggap itu sebuah “job” yang berarti, karena hanya berlangsung paling lama 2 jam per-hari nya. Benar-benar hanya mengisi waktu luang. Jadi beginilah kegiatan tidak menentu saya setiap hari, tanpa rutinitas yang berarti.

Kecuali kamu punya skill lain, kamu seorang entrepreneur, atau kamu punya hobi yang mampu mengalihkan duniamu, pasti banyak mantan mahasiswa yang mengerti  kegalauan di masa peralihan seperti ini. Apalagi untuk anak rantau yang rasanya nanggung mau pulang kampung karena belum ada ijazah, wisuda, dll, jadi mau tidak mau harus tetap tinggal di rantauan walau sudah tidak ada keperluan. Seharusnya ini menyenangkan, karena kamu (akhirnya) bisa bebas melakukan apapun, bisa jalan-jalan meski bukan weekend, tanpa memikirkan tugas-tugas yang belum dikerjakan. Tapi orang-orang kan punya kesibukannya sendiri, mereka tidak bisa selalu ada buatmu dan menemanimu melakukan semua itu. Mau itu pacar sekalipun, dunianya bukan cuma kamu.  (Kayak punya aja, haha). Ups satu lagi, kamu lupa selain jobless, kamu juga moneyless tentunya.

Nah, kalau sudah begini, mulailah timbul perasaan rindu masa-masa ngampus, suasananya, pertemanan-nya, tapi tidak dengan kuliah dan tugas-tugasnya. Ketemu teman-teman setiap hari, makan siang bareng, kerja kelompok sampai sekedar nongki cantik. Apalagi kalau ingat gimana struggle masa-masa ujian. Jauh-jauh ke Jogja untuk ikut try out, 5 hari yang sangat berkesan walau tanpa jalan-jalan selain penginapan ketempat makan. Delapan orang dalam 2 kamar penginapan, dimana pembagian kamar itu hanya berlaku saat mau mandi dan tidur, sisanya selalu barengan. Belajar bareng berdelapan dalam satu kamar sempit, kaki nggak bisa lurus karena harus berbagi tempat. Ada yang di pojokan, depan wc, belakang pintu, sedikit beruntung yang di tempat tidur. Tapi saking cozy nya jadi rawan ketiduran. Belajar sampai larut malam, walaupun kebanyakan ngemil sama ngerumpinya. Atau scrolling Instagram dan melihat teman-teman seperjuangan yang lain sudah berwisata sedangkan kita piknik dengan soal try out. Dari yang seluruh anggota fokus serta on fire membahas soal, sampai satu per satu menarik diri dari diskusi dan memilih bermain handphone atau merem-merem dikit (lama-lama ketiduran). Dari diskusi yang runut dan berbobot, sampai ngelantur kemana-mana karena ngomong setengah sadar setengah tidur. Ketika semua anggota sudah mulai ngelantur, artinya sudah waktunya belajar bareng ini diakhiri lalu beranjak ke tempat istirahat masing-masing. Siap menyongsong hari esok, dengan agenda mencari lokasi ujian berbekal motor sewaan dan segenggam google maps. Agenda ini, tak jarang menimbulkan gejolak pertemanan. Karena pasti ada aja yang kececeran atau nyasar, sehingga memperlambat gerakan rombongan yang lain :))

Selain kebersamaan belajar try out di Jogja, kebersamaan belajar ujian sesungguhnya di sini juga tidak kalah rempong dan ngangeninnya. Belajar di H-seminggu ujian hampir setiap hari, kebanyakan di rumah saya sebagai basecamp, tapi tak jarang juga berkeliling seperti silaturahmi lebaran. Tipe belajarnya seperti biasa kebanyakan ngobrol-nya, tapi kalau sudah serius, fokeus banget. Selain itu juga banyak agenda selingan seperti makan nasi padang, nge-bakso, sampai nge-rujak :))

Sekarang semua itu cuma bisa jadi kenangan. Waktu dijalanin memang semua ini terasa berat dan membuat ingin berkata kasar, hahaha, tapi percayalah ternyata sekarang justru menjadi hal yang ngangenin.

Perasaan saya di masa transisi ini tuh kayak lagi di ruang hampa, melayang-layang tanpa gravitasi. Bukan hampa udara, tapi hampa...kosong, hahaha. Ruang hampa ini, yang bagi sebagian orang mungkin membosankan setengah mati hingga hampir frustasi, tapi saya justru menikmati. Memang pada dasarnya saya anak rumahan yang menyukai sepi tanpa merasa kesepian :)) Kalau kata Tulus “kita butuh ruang sendiri untuk bisa menghargai rasanya sepi”. Cie.

Cuma ilustrasi
 Di ruang hampa dengan waktu luang yang seluas-luasnya ini, seharusnya bisa diisi dengan kegiatan yang dulunya tidak bisa kita lakukan karena kesibukan. Kalau saya sih, kembali menenggelamkan diri dalam novel-novel. Dan mungkin akan mulai kembali mengisi blog ini. AHA! Mungkin nantinya saya bisa review novel yang sudah saya baca :))

06/01/17

MOVIE REVIEW: Cek Toko Sebelah [2016]

Hello I’m back! *setelah vakum setahun, wow!*
Well, review abal-abal nan sotoy ini akan menjadi postingan pembuka di tahun yang baru ini.

Kalau berbicara genre film drama comedy, film-film Thailand masih tetap juara di hati. ATM, Suck Seed, A Little Thing Called Love, Bangkok Traffic Love Story, First Kiss, I Fine Thank You Love You, Hello Stranger, Teacher's Diary (....and many more), selalu meninggalkan kesan. Humor-humornya effortless. Bahkan film horror Thailand pun, masih sanggup membuat saya tertawa. Kalau melirik produk lokal, sebenarnya juga sudah banyak film bergenre sama. Tapi satu-satunya yang terlintas saat ini hanya Get Married, apa lagi ya? *langsung baper baca kata married*

Menonton film drama comedy selalu menyenangkan, ceritanya yang ringan dan sangat bisa di relate, membuat komedi yang dilemparkan dapat mudah diterima *mulai sotoy*. Makanya, Cek Toko Sebelah (CTS) jadi punya daya tarik sendiri bagi saya. Lebih tertarik lagi setelah baca retweet-an penonton CTS yang mengatakan bahwa CTS hampir setara dengan film 3 Idiots dan PK! Could you imagine! Bagi yang belum menonton 2 film ini, saya sangat merekomendasikan karena ini film Bollywood yang berisi, complicated tapi lucu. Ekspektasi saya pun akhirnya meninggi. Walaupun sebenarnya motivasi terbesar untuk akhirnya menonton CTS adalah karena ditraktir, kalau tidak, saya tidak yakin akan nonton. Tiket bioskop disini terlalu mahal bagi saya, dan lagipula film Indonesia akan cepat tayang di TV. *ups*

Berkas:Cek Toko Sebelah.jpg
sumber : wikipedia
CTS  merupakan film kedua yang disutradarai Ernest Prakasa, salah satu komika favorit saya. CTS bercerita tentang konflik dalam sebuah keluarga keturunan Tionghoa dibalut dengan komedi. Dalam film ini, Ernest juga menjadi salah satu pemain, karena menurut pengakuannya, demikianlah permintaan sang produser. Ernest berperan sebagai Erwin Surya, seorang laki-laki masa kini yang kariernya sedang bagus-bagusnya. Erwin mempunyai seorang kakak laki-laki, bernama Yohan, diperankan oleh Dion Wyoko. Yohan bernasib berbeda dengan Erwin, karier-nya sebagai fotografer tidak sanggup membuat ayahnya bangga, dan sebaliknya, sang ayah sangat membanggakan Erwin. Sang ayah biasa dipanggil Koh Afuk (diperankan oleh Chew Kin Wah), dalah seorang laki-laki paruh baya yang mengurusi sebuah toko sembako bersama beberapa karyawannya. Koh Afuk berniat untuk pensiun dan meminta Erwin untuk mengambil alih toko tersebut. Erwin dibuat dilema antara memilih untuk meneruskan kariernya yang sedang berada di puncak, atau meneruskan toko sesuai yang sangat diharapkan oleh ayahnya. Sementara itu Yohan merasa kecewa karena dinilai tidak akan mampu oleh ayahnya jika toko tersebut diberikan kepadanya. Lalu, bagaimana nasib toko Koh Afuk? Apa keputusan Erwin? Apa yang akan dilakukan Yohan untuk memperbaiki hubungannya dengan adik dan ayahnya? NONTON SAJA YA. Hehehe.

Kesan pribadi saya terhadap CTS, film ini sangat menghibur dan cocok untuk ditonton bersama keluarga atau calon pendamping hidup-mu. Acting Koh Afuk sangat menyentuh, sukses melelehkan air mata walau beliau hanya sendirian dalam suatu scene. Soundtrack CTS yang dibawakan oleh The Overtunes dan GAC pun mendukung dan kawin sama film ini. Dan yang tak pernah mengecewakan, kemunculan Adinia Wirasti (atau yang sampai sekarang masih saya panggil si Karmen) sebagai Ayu, istri dari Yohan. Ayu menjadi inspirasi bagi kita para kaum hawa, ia menunjukkan bagaimana seharusnya seorang istri bersikap saat suami dengan berada di titik terendah. *Eaaa* Saya memang selalu suka dengan si Karmen ini, sama sukanya saat melihat actingnya di film Kapan Kawin? bersama Reza Rahardian. Chemistry Ayu dan Yohan pun terlihat dan terasa sangat kuat. Kemunculan pemeran pendukung membuat semarak film ini, karena meskipun hanya di beberapa scene, mereka memberi kesan yang mendalam. Sebutlah Asri Welas, Awwe, Adjis Doaibu, Gita Bhebita, Dodit Mulyanto, dan lain-lain yang namanya saya tidak hapal, tapi mukanya saya kenal. Termasuk pula cameo yang muncul hanya sekali seperti Hifdzi hingga Kaesang Pangarep yang kehadirannya tak terduga dan bikin pecah. Semuanya memberi kesan tersendiri dan akan diingat dalam waktu yang lama. Jika kamu belum nonton, cobalah fokus pada baju sponsor yang dipakai oleh karyawan toko dan poster-poster yang menempel di dinding. Ngaco semua, parah nan epic. *lol*
 
Sedikit kesan berbau kritik dari saya untuk CTS, di beberapa bagian, komedi-nya kurang “effortless”. Mungkin karena sebagian besar yang terlibat adalah komika, jadi kelucuan masing-masing figur terasa seperti konsep dan kurang mengalir. Saking kuatnya drama dalam film ini, saya sebenarnya yakin kalau dibuat full drama tanpa embel-embel komedi pun film ini akan bagus, even better! Peran Gisela Anastsia sebagai pacar dari Erwin (yang saya lupa siapa namanya) juga menurut saya kurang memberikan kesan. Apa karena karakter yang dimainkan memang tidak kuat, atau memang Gisel gagal dalam menginterpretasikannya, saya juga kurang mengerti. Saya juga menyayangkan adanya adegan yang "drama banget" sehingga terkesan "sinetron banget", yaitu pada saat Yohan sedang curhat di kuburan ibunya, lalu tiba-tiba koh Afuk masuk dalam frame dan terlihat sudah mendengar semuanya. Seandainya adegan membaiknya hubungan Yohan dan ayahnya tidak diselesaikan dengan cara demikian. Hmm. Dan satu lagi, menurut saya pribadi dan to be honest, CTS masih jauh jika dibandingkan dengan PK maupun 3 Idiots. Memang sama-sama lucu, bermakna dan menghibur, tapi topik yang diangkat dan makna yang tersirat pada CTS tidak se"berat" kedua film tersebut.

Well, ini hanyalah review abal-abal nan sotoy, tidak ada kebenaran mutlak didalamnya karena hanya bersifat opini pribadi. Happy new year dan selamat menonton! ;)

24/12/15

Coffternoon (Album Review)


Tentang yang Tak Dikata
Adalah sebuah ketidaksengajaan yang "mempertemukan" saya dengan karya dari Band ini. Berawal dari iseng nonton tv lokal (PONTV), saat itu sedang diputarkan video clip yang isinya potongan-potongan adegan teater, sangat eye-catching, bikin saya jadi menghayati alur cerita beserta lirik-lirik dalam lagunya. Entah kenapa, rasanya langsung membekas di hati, so touchy :’)

Saking khusyuknya penghayatan saya, sampai-sampai lupa itu tadi lagu apa dan siapa yang menyanyikan. “Tutup telinga amira... Mendengarlah dengan dada...” Cuma itu yang terngiang-ngiang di otak & telinga saya. Saat-saat seperti inilah kita harus menysukuri keberadaan Google dan Youtube. Singkat cerita, barulah saya paham, lagu barusan itu berjudul Amira, dinyanyikan oleh Coffternoon, indie band asal Pontianak, sungguh tak menyangka :’)

Sejak saat itu, rasanya sungguh jatuh hati dengan “Amira”, liriknya, musiknya, band-nya. Bikin pengen tau dan pengen dengar lebih banyak. Album! Ya, langsung pengen punya album-nya. Ternyata cukup dengan “Amira” sudah bikin saya yakin dengan isi keseluruhan albumnya. Tapi sayang sekali, ternyata albumnya belum selesai digarap

Tak perlu menunggu lama, beberapa bulan yang lalu akhirnya CD album Coffternoon rilis. Dan tak perlu waktu yang lebih lama lagi, akhirnya CD album bertajuk “Tentang yang Tak Dikata” itu mendarat sempurna di tangan saya. Diantar langsung oleh vokalisnya lagi :’D

Sebuah hasil karya bertandatangankan sang creator itu, priceless
Daftar Lagu:
01.   Sepanjang Hari
02.   Terpesona Bunga
03.   Tuhan Maha Romantis
04.   Gadis Pas-Pasan
05.   Perempuan Hati Peluru
06.   Romansa Manusia
07.   Halte Usang dan Seorang Bujang
08.   Lapar Mata
09.   Amira
10.   Sepucuk Rindu di Pucuk Waktu
11.   I’ll Stand By You

Price : IDR 50.000 (CD Only)
           IDR 75.000 (CD + Book)
For further info --- Twitter, Instagram: @coffternoon

Nah... yang menarik di album ini justru kehadiran buku ini. Buku yang berisi lirik lagu, ilustrasi (by @matapensil), serta cerita di balik setiap lagu. Jadi tanggung sekali kalau cuma punya CD-nya :D

Lagu-lagu dalam album ini dikisahkan berkaitan dalam bukunya, seperti bab-bab dalam novel. Saya pribadi suka sekali dengan kalimat demi kalimat di dalamnya, kalau kata LAS!, bikin "mabuk sastra". Menyenangkan sekali. Ending buku ditutup dengan naskah drama Amira, drama yang potongannya pernah saya lihat di TV waktu itu. Setelah menamatkan buku, barulah saya mendengarkan lagu-lagunya, alhasil makna lagunya semakin terasa... 

Kurang paham mengenai segmentasi genre musik, yang pasti lagu dalam album ini sangat easy-listening. 11 lagu dalam album ini dibawakan secara akustik, memiliki lirik yang puitis nan romantis, suara dan musik yang merdu nan padu, ditambah lagi alunan biola yang bikin semakin syahdu. Meski syahdu, lagu-lagu Coffternoon ini jauh dari menye-menye, justru cenderung asik, tapi menghanyutkan. Wanita mana yang tak terbang hatinya kalau dinyanyiin lagu-lagu mereka ini #lol. Semua lagunya asik, tapi Amira tetap jadi favorit dan dapat ruang tersendiri. Entahlah kenapa, padahal bukan pengalaman pribadi :’D

Adalah pantas untuk mengoleksi album ini, mereka seringkali menemani pagi dan sore saya yang tenang tapi gamang :’D Sukses buat karir Coffternoon, senang bisa bertemu dengan karya kalian. Beberapa kesalahan seperti typo dan salah cantumin judul di lirik lagu, mungkin bisa segera direvisi yes, Bro Bro.

Hanya saja ada pertanyaan di otak saya yang masih belum ketemu jawabannya, maklum, saya terhitung pendengar baru, hihi. (#malubertanya)
*Dimana saya bisa menonton rekaman full drama teater Amira, karena sudah ubek-ubek Youtube ternyata tidak ada :') Penasaran sekali
*Mengapa lagu I’ll Stand By You dan Sepucuk Rindu di Pucuk Waktu tidak tercantum dalam buku, baik lirik maupun kisahnya?
*Apakah ini bukan album pertama Coffternoon? Karena waktu saya nonton live, Coffternoon membawakan lagu “Kau Disana” dan lagu tersebut tidak ada dalam album Tentang yang Tak Dikata.

Sekian.

PS: Beberapa hari yang lalu, Coffternoon mengisi acara ulang tahun ex-fakultas saya. Wow. akhirnya saya bisa nonton live! Sangat berkesan. Inilah yang memunculkan kembali niat lama yang hampir tenggelam untuk me-review album Coffternoon disini :D

Dan terimakasih.

27/11/15

Rasanya Gaji Pertama

Cita-cita terdekat saya adalah bekerja sebelum wisuda, jadi nggak sempet dapat gelar tambahan “pengangguran” hehehe...

cuma buat ilustrasi doang biar nggak sepi ... (sumber)
Demi menggapai cita-cita tersebut, sebulanan sebelum wisuda saya mulai masukin lamaran ke beberapa tempat. Modal nekat, ngelamar kerja tanpa ijazah dan transkrip nilai, cuma pake surat keterangan lulus doang. Seminggu nggak ada kabar, rada hampir pasrah, sampai akhirnya ada satu hari dimana saya dapat panggilan interview dari tiga tempat berbeda. Singkat cerita, saya hanya datang di dua interview, sementara satu lainnya tidak bisa saya penuhi karena kendala waktu yang bentrok. Gaya lu, tong.

Pengalaman Job Interview Pertama
Jadi, inilah pengalaman job interview pertama saya. Persiapan mulai dari penampilan rapi, cara menjawab pertanyaan klise, sampai persiapan bangsi waktu biar on time tiba di tempat aja dipikirin banget. Biar dikira orang yang disiplin. Eh, taunya kita yang on time, calon atasannya yang kagak. Waktu mau mulai interview, rasanya sedikit grogi, tapi setelah masuk ke obrolan, rasanya biasa aja sih. Yang bingung itu kalau ditanya masalah “mau digaji berapa”, saya sudah siapin jawaban diplomatis kayak “saya akan memberikan kemampuan terbaik saya dalam pekerjaan ini, dengan demikian saya yakin bahwa perusahan Ibu/Bapak dapat memberikan gaji yang pantas bagi saya” (dapet dari internet), sampai jawaban to the point kayak “satu milyar rupiah”. Untungnya, interviewer saya waktu itu langsung “nembak” aja nggak pake nanya-nanya, berhubung yang ditawarkan juga melebihi ekspektasi saya, yah apa mau dikata, saya mah gak bisa nolak jadinya =)) Setelah semuanya deal, ternyata saya langsung disuruh masuk keesokan harinya. Agak kaget juga, tapi ikan sepat ikan gabus, makin cepat makin bagus =))

Lalu, gimana dengan interview satunya lagi? Saya datang interview, bingung banget saat itu, antara sudah terlanjur deal dengan yang sebelumnya dan kayaknya tempat yang ini enak deh... Tapi, pada akhirnya saya menetapkan hati pada tempat pertama. Gaya lu lagi, tong.

Pengalaman Hari Pertama Kerja
Malam sebelumnya, saya hampir nggak bisa tidur =)) Mikirin ini itu, takut belum siap, takut lingkungan kerja nggak enak, takut nggak betah, tapi sambil rada-rada nggak nyangka, oemjihh rasanya baru aja lulus SD, taunya sekarang udah masuk fase kerja aja. *kemudian ngerasa tua*

Berhubung anak baru, pagi itu saya on time bangeeet, saya nunggu 10 menit lamanya sampai yang lain datang. Syukurlah, dapat rekan yang berasal dari kampus yang sama =)) Jurusan saya mah, kalau nggak dari kampus ini, ya kampus itu. Jadi kemana-mana juga bakalan nemu orang yang itu-itu aja. Bahkan, saya baru nyadar saat interview kalau penanggung jawab tempat kerja saya itu ya dosen saya =))

Hari pertama kerja, so far so good lah. Walaupun masih bingung dan gagap sana sini, lama-lama juga biasa, ini cuma masalah waktu. Semenjak kerja, saya yang sebenarnya tipikal orang yang males banget (dot com) basa-basi, mau nggak mau jadi orang yang basi banget supaya bisa diterima lingkungan -,- Usaha banget buat nahan-nahan main handphone biar bisa fokus kalau diajak ngobrol, padahal ada wifi kenceng banget L  Lucu aja sih, gara-gara maksa gini kadang jadi capek sendiri. Entahlah, kadang bukan kerjanya yang bikin capek, tapi basi-basiannya =))

Buanyakkk buangettt sih hikmah yang bisa diambil dari pengalaman ini, saya jadi lebih menghargai uang dan waktu, jadi tau kenyataan di lapangan yang beda banget dengan teori di kelas, jadi bisa mendalami ilmu, dan jadi lebih “sosial” =)) Karena kerjaannya ngelayanin orang, saya belajar jadi orang yang penuh perhatian dan ramah =)) Rasanya senang juga sih saat oranglain merasa terbantu dengan informasi yang kita kasih. Oiya, saya juga jadi lebih rajin “belajar”. Karena resiko banget kalau ngasih informasi yang salah, saya jadi sering searching dan nanya sana-sini. Memang awalnya sulit banget membiasakan diri dengan kegiatan baru ini, tapi lama-kelamaan jadi terbiasa dan waktu makin nggak berasa berlalunya, tiba-tiba senin, ntar tiba-tiba minggu lagi.

Gara-gara kerja, urusan wisuda jadi keteteran. Saya daftar di last minute banget, di saat yang lain sudah terdaftar jadi wisudawan-wisudawati, lah saya masih kesana-kemari ngurus ini itu. Saking nggak enaknya sama atasan, bahkan di hari wisuda saya nggak izin buat nggak masuk kerja, sepulang wisuda sorenya saya langsung masuk kerja L Walhasil, sepanjang hari yang rempong itu, saya baru makan pas pulang kerja, sekitar jam 9 malem L L L

Dua hari setelah wisuda, genap sebulan saya bekerja. Artinya??? Gajiaaaann! =)))

Gaji Pertama

Rasanya megang gaji pertama.... Saya mendadak emosional bin sentimen, serius nih nggak pake lebay. Gatau dah napa, walau nggak seberapa tapi seneng aja gitu.

And my very first salary fresh from the envelope goes to........”JAZZ IN TOWN WITH KUNTO AJI” tickets =)) Pas banget itu acara, pas di hari gajian saya. Dan sama sekali nggak nyesel sih menghabiskan sekian rupiah untuk acara itu. Will write about that event at a special post a.s.a.p =))

Selain buat senang-senang, saya juga sok-sokan traktir keluarga buat makan bareng. Walaupun itu hanyalah segelintirrrrrrr dari apa yang telah mereka berikan kepada saya. Rasanya biar afdol aja nggak ada yang ngeganjal. Dan walaupuuuun ujung-ujungnya saya masih minta duit juga =’)

Sekarang sudah hampir dua bulan saya kerja, dan gaji pertama saya itu entah menjelma jadi apa nggak keliatan wujudnya. Artinya di bulan-bulan berikutnya masih harus belajar tentang manajemen keuangan =))


Well, itulah pengalaman serba pertama saya di dunia kerja. Pengalaman ini adalah bekal bagi saya, mengingat tahun depan saya berencana melanjutkan kuliah setahuuuun lagi. Yang tadinya ogah-ogahan, tapi kini udah mantep melihat kenyataan miris di lapangan. Saya ingin coba membantu mewujudkan layanan kesehatan yang ideal di Indonesia. Aaamiiiinn....

PS.
Kadang saya ngerasa hidup saya ini terlalu lurus, kuliah-skripsi-kerja. Whats next? Travelling maybe? =)

A-Blog!

All about my special moments, stories, thoughts, or anything.

Your Number!

Categories

Who is "A"?

Foto saya
Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia
Hello, there! I'm a medical practitioner, hmm but not really... hahaha. It's a pleasure for me to get you here, visitors!

Contact Me

Nama

Email *

Pesan *

To get the latest update of me and my works

>> <<